Sudah lama saya tak menyaksikan open dan closing cermony Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ). Sabtu malam (30/11 2019), saya sempatkan datang ke Kota Bangkinang. Melihat malam penutupan MTQ Provinsi Riau ke-38.
Petang hari, bersama Aprizal, Marhaliman dan Andreas (ketiganya wartawan), kami telusuri jalan-jalan utama. Di Desa Kumantan masuk kota, jalan sudah ditutup. Sejumlah aparat dari Dinas Perhubungan mengatur pengalihan lalu lintas ke jalan perkantoran kantor bupati. Praktis jalan dua jalur masuk kota bebas hambatan.
Tapi tak Aprizal namanya kalau kami tak bisa masuk. ”Tamu Pak Bupati Cu (Ocu),” kata mantan Ketua PWI itu kepada petugas. Kami pun melaju di jalan dua jalur. Sepi. Berkendaraan di jalan dua jalur bagai menuju kota metropolitan. Selain jalannya lurus, mata pun bebas memandang. ”Bangkinang jadi kota bermarwah olehnya,” pikir saya dalam hati. Bermartabat. Itu belum lagi kalau trotoar tengahnya dipasangi lampu. Alamaknya indahnya Bangkinang di waktu malam.

Masuk Bangkinang suasana semarak sudah terasa. Kiri dan kanan badan jalan bertabur baliho. Dari mana-mana. Tak semata dari Kabupaten Kampar, kabupaten dan kota lain juga ada. Dari Provinsi dan masyarakat. Ada juga baliho terpanjang. Mata saya tak berhenti menengok beberapa baliho yang terpajang. Lengkap dengan foto-foto pemiliknya. Sampai di lapangan merdeka, pusat kegiatan MTQ, bangunan astaka berdiri megah. Begitupun bangunan pelapis lainnya. Di tengah bangunan lapangan dibiarkan kosong. Agaknya di tempat inilah para kafilah melambaikan tangan kepada tetamu kehormatan yang duduk di podium utama. Saya teringat open ceremony yang gegap gempita enam malam sebelumnya, Bupati Kampar Catur Sugeng Susanto berlari di atas red karpet waktu menyampaikan sambutan. Ratusan panitia petang itu terlihat mempersiapkan closing ceremony.
Aprizal pun tak lengah. Saat mata saya tertuju ke lapangan merdeka, dia bergegas menggoda selera tenggorokan saya. ”Kita cari kopi dulu Bang Haji. Saya carikan Bang Haji rasa kopi yang beda dari tempat lain,’’ katanya. Dia pun membawa saya ke Jalan Haji Agus Salim. Tarik nafas. Rehat setelah kami sama-sama berpetualang panjang ke luar kota dalam beberapa hari. Aprizal dan Andreas baru tiba dari Yogyakarta. Saya baru pula sampai dari Selangor. Jadi dah beberapa hari tak melepas selera mengopi yang enak. ‘’Kopi, kopi, kopi. Kopi susu Cu,’’ Andreas memesan kepada Ocunya di sebuah cafe Agus Salim.
Kampar memang sudah lama tak menjadi tuan rumah MTQ. Telah lama pula tak menjuarai lomba. Beberapa tahun berlalu, juara umum selalu direbut kabupaten lain. Pekanbaru atau Bengkalis. Antusias masyarakat yang tumpah di lapangan merdeka pada open ceremony, indikasi warga rindu seni baca Al Qur’an. Juga haus ‘hiburan’. Sampai di sini, setelah ngobrol ngalor ngidul menghabiskan beberapa batang rokok, jarum waktu terus bergerak. Tak terasa azan maghrib segera berkumandang. Kami pun membuka langkah. Marhaliman dan Andreas pulang ke rumahnya bertemu anak dan bini. Aprizal mengantar saya ke Balai Bupati. Ada kamar untuk mandi dan bersalin. Tak lama berlalu, azan Isya berkumandang.
Gubernur Riau Syamsuar dan Bupati Kampar Catur Sugeng Susanto keluar dari rumah dinas. Bersama isteri, keduanya berpakaian Melayu putih plus kopiah hitam. Lengkap dengan songket. Mereka menuju ruang tengah, dan duduk di sebuah meja terhidang nasi. Saya sempatkan bersalaman dengan dua petinggi itu . Lalu cipika cipiki. Tak banyak tetamu istimewa di Balai Bupati. Meja dan kursi banyak yang kosong. Saya dan Aprizal duduk semeja dengan Hakim Mukhlias. Kami nikmati hidangan makan malam sejatinya. Juga meneguk kopi panas satu gelas.
Usai santap malam. Gubernur, Bupati dan rombongan membuka langkah. Mereka bersama-sama menaiki mobil ke lapangan merdeka. Marhaliman pun datang. Upss, kami tak ikut rombongan. Akan tetapi memilih jalan kaki bertiga. Jalan Moh Yamin ditutup bagi pelalu lintas. Sehingga kami leluasa memakai jalan. Ternyata asiik juga berjalan sepanjang 300 meter. Tiba di lapangan merdeka, hujan mulai turun. Kami pun menggegas langkah.
Hasrat hati menyelamatkan kepala dari terpaan hujan, ternyata tak bisa. Masyarakat dah tumpah duluan di lapangan merdeka. Tak saya temukan lagi sisi ruang yang kosong. Saya kaget. Begitu antusiasnya masyarakat hadir di closing ceremony sampai-sampai tak tersedia ruang untuk berdiri. Tapi dalam himpitan massa kami paksakan juga naik atas panggung. Alamaak ada sahabat lama saya waktu di DPRD Kampar. Namanya Yulizar tetapi saya memanggilnya Moyan.
Beberapa saat sempat saya abadikan peristiwa bersejarah ini melalui kamera seluler. Luar biasa. Rintik hujan tak menyurutkan warga keluar dari arena. Lapangan merdeka tetap padat. Closing ceremony berjalan lancer. Sambutan demi sambutan mewarnai acara. Sampai kepada acara yang ditunggu-tunggu. Sekretaris LPTQ Riau H Saman mengumumkan pemenang lomba. Hasilnya, Kabupaten Kampar juara umum. ‘’Allahu Akbar’’, pekik Bupati Catur sambil mengepalkan telapak tangannya ke udara tanda bahagia. Warga pun ikut menyahut ‘’Allahu Akbar’’. Pekik itu bergayung sambut setelah bupati menerima tropi kejuaraan.
Ini peristiwa bersejarah. Bagi Kampar selain sukses menyelenggarakan MTQ, Negeri Serambi Mekkah itu juga berhasil mendominasi lomba. Tampil menjadi juara umum pastilah harapan semua kafilah. Apatah lagi Kampar yang sudah lama tak mendapat predikat itu. Bupati Catur Sugeng bersama Sekda Yusri, OPD dan masyarakat telah menorehkan sesuatu yang sangat berharga. Mengembalikan marwah Kampar sebagai negeri yang religius. Patut kita acungi jempol dan memberi mereka penghargaan.
Pukul 22.30 closing ceremony usai. Saya, Marhaliman, Aprizal dan Yulizar meninggalkan lokasi. Kami berjalan kaki bersama ribuan warga ke arah terminal. Dan, berhenti di sebuah kantin meneguk kopi, dan berbagi cerita. Hingga pukul 00.00 wib, obrolan kami akhiri. Saya pun pamit meninggalkan Bangkinang. Bertolak ke Pekanbaru seorang diri. ‘’Malam ini. Saya catatkan memory, inilah negeri cemerlang dan terbilang. MTQ tak sekedar merajut silaturrahmi tetapi sekaligus membangun kebersamaan. Dalam lantunan ayat-ayat suci, kita saksikan warga haru biru menyambut kemenangan,’’ kata saya kepada kawan-kawan. Kita jumpa di lain waktu. Tahniah Kabupaten Kampar.***
Oleh Syafriadi, wartawan senior Pekanbaru.



























